TUGAS INDIVIDU
TRANSCULTURAL DAN HOLISTIK NURSING
“ANALISIS
ASSESSMENT MODEL GIGER & DAVIDHIZAR”
OLEH
YUDI
ABDUL MAJID
NPM: 220120120020
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pemahaman khususnya
pada saya sendiri dan orang lain tentunya terutama terkait dengan topik Assessment Model dari
Giger dan Davidhizar.
Penulis makalah
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, ‘tidak ada
gading yang tidak retak” maka tidak lupa penulis mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk perbaikan yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanfaat. Amin
Bandung,
September 2012
Penulis,
Yudi Abdul Majid
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
Kerangka Teori
Assessment Giger & davidhizar............................................ 4
BAB
I. PENDAHULUAN............................................................................ 5
1. Latar
Belakang..................................................................................... 5
2. Perumusan
Masalah............................................................................. 6
3. Tujuan
Penulisan.................................................................................. 6
4. Sistematika
Penulisan.......................................................................... 6
BAB
II. PEMBAHASAN.............................................................................. 7
Analisi
Assessment Model Giger & davidhizar
1. Komunikasi
.......................................................................................... 7
2. Ruang.................................................................................................... 8
3. Variasi Biologi...................................................................................... 9
4. Pengendalian Lingkungan..................................................................... 10
5. Waktu…................................................................................................ 11
6. Organisasi sosial.................................................................................... 12
BAB
III. PENUTUP....................................................................................... 13
1. Simpulan................................................................................................ 13
2. Saran...................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
ANALISIS ASSESSMENT MODEL
(Giger, J. & Davidhizar, R. (1999)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan merupakan fenomena yang universal, yang memiliki
gambaran yang khas tiap kelompok tertentu, mencakup pengetahuan, kepercayaan,
adat dan ketrampilan yang dimiliki anggota kelompok tersebut.
Penduduk dari kelompok sosiokultural yang berbeda akan mempunyai
perbedaan budaya, kepercayaan, tata nilai dan gaya hidup. Beberapa faktor
tersebut secara bermakana akan mempengaruhi cara individu berespon terhadap
masalah keperawatan, terhadap pemberi pelayanan keperawatan dan terhadap
keperawatan itu sendiri. Jika faktor tersebut tidak dipahami dan dihargai oleh
pemberi pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang diberikan mungkin
menjadi tidak efektif.
Adanya keragaman budaya akan menjadi jelas, bahwa pebedaan budaya
harus dipertimbangkan, dipahami dan dihargai. dan pelayanan keperawatan yang
diberikan harus sesuai dengan budaya yang dimiliki. Hal ini merupakan tantangan
bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan transkultural atau lintas budaya
dengan perspektif global, yang didasari oleh teori “Transcultural Nursing”.
Transkultural nursing atau keperawatan transkultural adalah suatu
area formal keilmuan dan praktek yang memfokuskan adanya perbedaan dan kesamaan
dari budaya, kepercayaan, nilai-nilai dan cara hidup, untuk memberikan asuhan
keperawatan yang kongruen secara budaya pada semua orang dengan latar belakang
budaya berbeda, sehingga menjadi berarti dan bermanfaat bagi pelayanan
kesehatan begitu juga dalam pemberian asuhan keperawatan (Leininger,2002)
Proses keperawatan merupakan satu pendekatan untuk pemecahan
masalah yang memungkinkan perawat dapat mengatur dan memberikan asuhan
keperawatan (Potter & Perry, 2005). Proses keperawatan terdiri dari lima
tahap, yakni: Pengkajian, Diagnosis Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan. Dari
tahapan tersebut langkah pengkajian merupakan langkah awal yang sangat penting
bagi seorang perawat kesehatan sebelum melakukan tindakan keperawatan. Langkah
awal yang harus dilakukan seseorang perawat dalam pengkajian adalah anamnese.
Pada saat seorang perawat melakukan anamnese terjadi antara perawat dengan
pasien atau klien saat itu terjadi
transcultural nursing process.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Langkah
penilaian proses keperawatan sangat penting dalam hubungan antara pasien dan
perawat. Untuk mengumpulkan data tentang pasien dari budaya yang berbeda
perawat harus melihat pasien dalam konteks dimana ia berada mulai dari aspek
komunikasi, ruang, variasi biologi, pengendalian
lingkungan, waktu dan organisasi sosial hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
dalam Assessment Model oleh Giger dan
Davidhizar (1995).
I.2 Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah Dapatkah model pengkajian (assessment model) oleh Giger dan Davidhizar di
aplikasikan dipraktik keperawatan diIndonesia.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini adalah untuk menganalisis model pengkajian lintas budaya oleh
Giger dan Davidhizar apakah dapat diaplikasikan di praktik keperawatan di
Indonesia atau perlu ditambahi atau dikurangi.
I.4
Sistematika Penulisan
Sitematika dalam penulisan
makalah ini terdiri BAB I : Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
Selanjutnya BAB II : Pembahasan “Analisis Teori Assessment Model
dari Giger dan Davidhizar” . BAB III Kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori Assessment Model
dari Giger dan Davidhizar ini mendiskripsikan enam fenomena budaya
yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengkajian tentang
nilai budaya yang dianut klien yaitu aspek komunikasi, ruang, variasi biologi,
pengendalian lingkungan, waktu dan organisasi sosial.
1.
Komunikasi
(Bahasa yang digunakan, kualitas suara, pengucapan, bahasa
diam/isyarat, dan komunikasi non verbal)
Analisa:
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, baik secara lisan atau langsung ataupun tidak langsung atau
melalui media (Effendy, 1960). Jadi jika hal ini tidak berjalan semestinya
biasanya akan terjadi miskomunikasi, hal ini yang sering menjadi masalah
dipelayanan kesehatan terutama di rumah sakit karena klien tidak berasal dari
budaya yang sama dengan petugas kesehatanan atau perawat sehingga perselisihan
dapat timbul dari berbagai situasi.
Contoh ketika pasien dan perawat tidak
berbicara dengan bahasa yang sama atau tidak saling mengenal bahasa yang
digunakan. Apa yang harus kita lakukan?.
Komunikasi yang jelas dan efektif
merupakan aspek penting ketika berhubungan dengan pasien, terutama jika perbedaan
bahasa menciptakan rintangan budaya antara perawat dengan pasien.
Ketidakberhasilan untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien akan
menyebabkan penundaan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penentuan diagnosis dan tindakan keperawatan. Perbedaan bahasa ini dapat
diatasi dengan cara perawat meminta anggota keluarga menginterpretasikan apa
yang dikomunikasikan atau juga bisa meminta teman atau orang memahami bahasa
yang digunakan pasein, halini sesuai
dengan definisi yang dikemukan oleh Effendy, 1960 bahwa komunikasi dapat juga
disampaikan melalui komunikasi secara tidak langsung atau menggunakan media.
Keluarga dapat juga memberikan informasi
tentang latar belakang pasien yang sangat bermanfaat dalam perawatan secara
holistik. Selain itu menurut saya hal yang juga penting dalam komuniaksi antara
perawat dan klien adalah kemampuan untuk mendengarkan karena untuk mendapatkan
data yang spesifik pada saat pengkajian selain kita menggali data dengan
bertanya kepada klien kita juga harus mampu mendengarkan apa yang disampikan
oleh klien terutama yang terkait dengan masalah kesehatannya.
Begitu juga dengan bahasa tubuh atau bahasa
non verbal hal ini juga harus dipahami oleh kita sebagai perawat misalnya kita
harus berhadapan, kontak mata atau melakukan sentuhan yang apabilah hal ini
kita lakukan akan berpengaruh terhadap keberhasilan asuhan keperawatan yang
kita berikan. Begitu juga dengan kebiasan komunikasi klien dengan latar
belakang budaya sosialnya seperti kulitas suara dan pengucapan (seperti orang-orang sumatera intonasi suara
lebih keras jika dibandingkan dengan orang-orang dari pulau jawa) maka
disinilah letaknya bahwa perawat sebaiknya mengetahui norma dan budaya dalam
berkominkasi akan memfasilitasi pemahaman dan mengurangi miskomunikasi antara
perawat dan klien.
2.
Ruang
(Observasi derajat kenyamanan, kedekatan dengan orang lain,
gerakan tubuh, persepsi terhadap ruang).
Analisa:
Menurut saya kita selaku perawat memang
harus tetap memberikan space atau ruang khusus kepada klien yang mencakup
perilaku individu dan sikap yang ditunjukan pada ruang di sekitar mereka. Hanya
saja akan sedikit mengalami kendala ketika klien dirawat diruang bangsal dimana
dalam satu ruangan bangsal terdiri dari beberapa pasien dan kelurga yang
menadampingi, dalam kondisi seperti ini kita selaku perawat akan sedikit sulit
untuk memberikan ruang gerak atau space khusus untuk klien dan keluarga atau
orang yang terdekat dengan klien karena kondisi ruangan tempat perawatan. Walaupun
dengan kondisi tersebut space ini tetap menjadi hak bagi pasien, makan kita tetap
memberikan space (teritorial klien) untuk mempertahankan kondisi yang nyaman
bagi klien tetapi harus memperhatikan batasan sesuai dengan ketentuan atau
standart dimana klien dirawat.
Teritorialitas adalah suatu sikap yang
ditujukan pada suatu area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau
bereaski secara emosional ketika orang lain memasuki area tersebut. Perawat
harus mencoba untuk menghargai territorial pasien, terutama ketika melakukan
tindakan keperawatan. Perawat juga harus menyambut anggota keluarga pasien yang
mengunjungi pasien. Hal ini akan tetap mengingatkan pasien seperti di rumahnya
sendiri, menurunkan efek isolasi dan syok akibat pelayanan atau tindakan
keperawatan di rumah sakit.
3.
Variasi biologi
(Struktur tubuh yang terkait adalah warna kulit, tekstur rambut,
dan karakteristik fisik lainnya, variasi enzimatik dan genetik, pola
elektrokardiografi, kerentanan terhadap penyakit; preferensi gizi dan
kekurangan, dan karakteristik psikologis, mekanisme koping dan dukungan sosial)
Analisa:
Melakukan penilaian fisik seperti
struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, perubahan warna kulit yang tidak biasa,
warna dan distribusi rambut, berat badan, tinggi badan, variasi enzimatik dan
genetik. Hal ini akan membantu kita mengidentifikasi beberapa ciri dimana
seseorang dari satu kelompok budaya berbeda secara biologis.
Selama ini ditempat pelayanan kita baik
dirumah sakit atau pelayanan lainya variasi biologi yang disebutkan diatas
semuanya sudah dilakukan pengkajian kepada klien, hanya saja belum dikaitkan
secara mendalam dengan latar belakang budaya yang klien miliki. Jadi menurut
saya kedepannya kita memang harus mengkaji lebih dalam bahwa tampilan fisik
atau variasi biologi klien baik dalam kondisi sehat dan terutama pada kondisi
yang kurang sehat ada kaitanya dengan pola kebiasaan, nilai dan kebudayaan
mereka.
Contoh Salah satu kebudyaan masyarakat
yang lebih menyukai makanan yang tidak dimasak terlebih dahulu untuk
dikonsumsi, maka menurut saya hal ini akan membeikan tampilan fisik atau
masalah kesehatan yang khusus terkait dengan fisiknya karena pengaruh dari
kebiasaan atau budaya masyarakatnaya tersebut. Begitu juga apakah ada perbedaan
enzimatik atau hasil pemeriksaan EKG antara orang kulit hitam dengan orang yang
berkulit putih dan variasi biologi yang lainnya dapat kita kaji dengan
kaiatannya atau pengaruhnya terhadap kesehatan seseorang.
4.
Pengendalian lingkungan
(Praktek budaya kesehatan, definisi kesehatan dan penyakit,
Orientasi nilai; percaya pada sihir, doa untuk perubahan kesehatan)
Analisa:
Kontrol lingkungan (environmental control), mengacu pada kemampuan anggota kelompok
budaya tertentu untuk merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor
lingkungan langsung. Termasuk di dalamnya adalah sistem keyakinan tradisional
tentang kesehatan dan penyakit, praktek pengobatan tradisional, dan penggunaan
penyembuhan tradisional.
Dalam hal control lingkungan ini di
Indonesia dengan latar belakang budaya masyarakat yang beraneka ragam masih
banyak sekali masayarakat dengan keyakinan budayanya untuk mengatasi masalah
kesehatannya. Selaku perawat kita juga harus memahami apakah keyakinan yang
dianut klien untuk mengatasi masalah kesehatan sesuai untuk mendukung proses
penyembuhan atau mengarah kepada peningkatan kondisi kesehatan yang lebih baik
atau tidak. Selagi hal tersebut sejalan dengan tujuan kesembuhan atau perawatan
pasien dan dapat diterima oleh logika
kesehatan menurut saya kontrol lingkungan seperti itu tetap dapat dijalankan.
Kecuali jika bertentangan dengan upaya kesembuhan dan peningkatan kondisi
kesehatan klien.
Hal ini seseuai dengan teori of culture care yang dikemukan
oleh Madeleine Leininger bahwa budaya yang dibawa klien atau pasien tersebut
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan ataupun tindakan keperawatan
sehingga dapat mengkategorikan pada 3 hal pokok ini apakah budaya tersebut
seseuai, bertentangan atau ada yang berpengaruh secara positif ada juga hal
yang negatifnya. Berikut 3 hal pokok tersebut :
-
Culture care preservation
and/or maintenance
-
Culture care accommodation
and/or Negotiation
-
Culture care restructuring
and/or repatterning
5.
Waktu
(Penggunaan waktu, durasi waktu, mendefinisikan waktu, waktu
bersosial, orientasi watu kedepan, saat ini atau masa lalu)
Analisa:
Konsep berlalunya waktu, durasi waktu,
dan definisi dalam waktu. Negara-negara seperti Inggris dan Cina tampaknya
berorintasi masa lalu. Mereka menghargai tradisi, melakukan hal-hal yang selalu
dilakukan. Individu dari negara-negara ini mungkin enggan untuk mencoba
prosedur baru begitu juga dengan upaya untuk
kesehatan.
Orang-orang dari budaya yang
berorientasi saat ini, cendrung berfokus pada disini dan sekarang. Mereka
mungkin relatif tidak peduli dengan masa depan, mereka akan menghadapinya
ketika masa itu datang. Amerika latin, penduduk asli Amerika, dan Timur Tengah
yang berorientasi budaya masa depan dan dapat mengabaikan langkah-langkah
preventif perawatan kesehatan.
Waktu atau orientasi waktu beragam di
antara kelompok budaya yang berbeda, dan perawat mempunyai satu sikap yang
ditujukan saat menemukan kesulitan untuk memahami dan merencanakan asuhan pada
pasien dengan orientasi waktu yang berbeda. Misalnya perawat harus
memperhatikan jam berapa klien seharusnya sholat sesuai dengan budaya atau
keyakinan agamanya, jam berapa klien harus makan? ini juga harus diperhatikan
jika saja dengan budayanya klien harus makan pagi jam 7, siang jam 12 dan malam
jam 20 sementara dilapangan jadwal makan diatur pada waktu yang sama, padahal belum
tentu jam makan klien dengan budaya dan asal berbeda sesuai dengan yang
dijadwalkan tersebut. Maka inilah letaknya praktik keperawatan peka budaya
hal-hal yang seperti ini harus diperhatikan sehingga pelayanan yang kita
berikan didukung juga oleh kebiasaan atau culture klien.
6.
Organisasi sosial
(Budaya, ras, etnik, peran dan fungsi keluarga, pekerjaan, waktu
luang, teman dan penggunaan tempat ibadah seperti masjid, gereja dll)
Analisa:
Pola prilaku budaya belajar melalui
enkulturasi, proses sosial melalui mana manusia sebagai makhluk yang berpikir,
punya kemampuan refleksi dan inteligensia, belajar memahami dan mengadaptasi
pola pikir, pengetahuan dan kebudayaan sekelompok manusia lain. Mengakui dan
menerima bahwa individu-individu dari latar belakang budaya yang berbeda-beda
mungkin menginginkan berbagai tingkat akulturasi ke dalam budaya yang dominan.
Faktor-faktor siklus harus diperhatikan dalam interaksi dengan individu dan
keluarga (misalnya nilai tinggi ditempatkan pada keputusan orang tertua, peran
orang tua – ayah atau ibu dalam keluarga).
Budaya tidak hanya ditentukan oleh
etnistitas tetapi oleh faktor seperti geografi, usia, agama, jenis kelamin,
orientasi, seksual dan status ekonomi. Memahami faktor usia dan siklus hidup
harus diperhatikan dalam interaksi dengan semua individu dan keluarga.
Organisasi sosial atau social organizations, lingkungan sosial
di mana seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal merupakan peran penting
dalam perkembangan dan identitas budaya mereka. Sebagai contoh ketika klien
berada dipelayanan kesehatan seperti dirumah sakit mereka masih tetap perlu
berkaitan dengan sosial organization misalnya tetap ingin menjalankan ibadah
sholat secara berjamaah baik dengan keluarga atau dengan orang lain. Maka dalam
hal ini rumah sakit yang jika memang peka terhadap budaya klien harus
memfasilitasi. Begitu juga dengan budaya dari agama yang lainnya atau kegitan
organisasi sosial lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan dari bahasan tentang analisis Assesment Model oleh Giger dan
Davidhizar diatas dan bagaimana aplikatifnya di tatanan pelayanan
kesehatan terutama pelayanan keperawatan di Indonesia maka penulis menyususn kesimpulan
sebagai berikut:
- Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya.
- Pengkajian yang merupakan salah satu point dalam asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien.
- Teori Assesment model Giger dan Davidhizar dari keenam fenomena budaya (komunikasi, Ruang, variasi biologi, pengendalian lingkungan, waktu dan organisasi sosial) tersebut dapat diterapkan di tantanan pelayan kesehatan di Indonesia namun harus diperhatikan dan dikaji secara mendalam supaya dapat melihat bahwa kemungkinan adanya pengaruh yang spesifik dari kebiasaan budayanya dengan maslah kesehatan klien.
3.2 Saran
Praktik keperawatan peka budaya
harus menjadi bagian dari program atau kurikulum pendidikan mulai dari jenjang
diploma, sarjana dan magister keperawatan. Sehingga aplikasinya nanti perawat
dapat melaksanakan asuhan keperawatan peka terhadap budaya klien atau pasien,
dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya inilah perawat harus bisa
menganalisis atau mengkategorikan bahwa budaya klien tersebut sesuai tidak
dangan asuhan keperawatan yang diberikan. jika sesuai budaya yang seperti ini dapat dipertahankan (preservation/maintenance)
untuk membantu proses penyembuhan, namun kalau budaya tersebut tidak sesuai
atau bertentangan dengan proses penyembuhan maka harus diperbaiki (restructuring/repatterning). Begitu
juga jika budaya yang dibawa klien ini ada pengaruh yang positif dan ada juga
yang berdampak negatif terhadap proses penyembuhan maka hal yang seperti ini
harus dipilah antara yang di akomodasi dan negosiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Giger Joyce Newman, Davidhizar Ruth Elaine, (2004) ;
Transcultral Nursing Assasement and Intervention, Fourth Edition, Mosby.
Joeliantina, Anita, (2001). Transkultural Nursing
dan Proses Keperawatan. Jurnal Keperawatan.
VOL
II No 1. Diunduh pada tanggal 26 Oktober 2012 di http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/31103639_1979-8091.pdf
Potter & Perry, (2005); Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik , Edisi 4, EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar